Penelehhistory.com: Sebanyak 100 mahasiswa arsitektur Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya mendatangi Makam Eropa Peneleh pada Minggu sore, 28 April 2024. Mereka terlibat dalam kegiatan project Peneleh as a Living Library, yang menjadi kerjasama antara Komunitas Begandring Soerabaja dan TiMe Amsterdam Belanda. Project ini sebagai dukungan komunitas kedua negara terhadap Peneleh sebagai kawasan pariwisata yang berbasis sejarah di Surabaya.
Salah satu potensi wisata di kawasan Peneleh Surabaya itu adalah Makam Eropa Peneleh. Makam, yang dibuka pada 1847 ini, memiliki sejarah bersama (shared history) antara Surabaya, bagian dari bangsa Indonesia yang dulu dikenal dengan nama Hindia Belanda, dan Belanda.
Sementara Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya adalah Mitra akademik dalam kerjasama antar kedua komunitas: Begandring Soerabaja dan TiMe Amsterdam. Kerjasama antar negara ini didukung oleh kedua pemerintah. Di Indonesia diwakili Pemerintah Kota Surabaya. Di Belanda didukung oleh Dutch Culture, sebuah lembaga Cagar budaya Belanda.
Ke 100 mahasiswa Untag ini langsung dipandu dan didampingi oleh pegiat pegiat sejarah Begandring Soerabaja. Dalam kegiatan di makam Peneleh, mereka melakukan pengenalan dan sekaligus observasi terhadap 8 obyek Makam yang menjadi fokus dalam project kerjasama ini.
Dengan didampingi oleh dosen arsitektur Rahman dan Agung, mereka mendapat penjelasan dari Tim Begandring mengenal kedelapan Makam. Makam Siapakah itu dan peran apa yang mereka lakukan semasa hidupnya di Hindia Belanda. Kuncarsono dari Begandring memberikan penjelasan tentang peran mereka dan latar belakang sejarahnya.
Narasi latar belakang sejarah ini penting sebagai wawasan mengapa project ini fokus ke kedelapan Makam itu.
Sementara itu, dosen Rahman menyampaikan dan berharap para mahasiswa bisa mengidentifikasi eksistensi Makam sebelum dilakukan kegiatan. Identifikasi itu meliputi kondisi Makam, kerusakan pada Makam, detail detail Makam hingga pada pemotretan dari berbagai angel.
Karena ada 8 Makam yang tersebar, maka ke 100 mahasiswa ini dibagi menjadi dua kelompok kelas. Kelas A dan B. Masing masing mengidentifikasi 4 Makam. Kedelapan Makam pilihan ini adalah Gubernur Jenderal Pieter Merkus, Residen Daniel Francois Willem Pietermaat, Ohannes Kurkdjian, PJB Perez, Pastor Katolik Van den Elsen, Schmutzer dan Paul F Cornellie (ACW).
Menurut Dr. Retno Hastijanti, sebagai dekan yang mendampingi kegiatan mahasiswa bahwa diharapkan para mahasiswa bisa membuat laporan kegiatan yang isinya gambar masing masing Makam, lokasi Makam, mendata berbagai kerusakan, mencatat detail detail Makam sebagai dasar pengembangan informasi.
Kegiatan dengan tema besar “Peneleh as a Living Library” ini diharapkan selain membangun narasi tentang Peneleh secara umum dan Makam Eropa Peneleh secara khusus, juga secara fisik ikut menata kedelapan Makam dan penyediaan tempat informasi “Pusat Informasi Pengunjung”. Sehingga Makam dan lingkungan Peneleh akan siap menerima siapapun pengunjung dan dari manapun asal pengunjung, bisa berinteraksi dengan Peneleh (Makam Peneleh dan lingkungan Peneleh) sebagai “buku” untuk dibaca.
Dalam pengertian “Living Library”, lingkungan Peneleh mulai Makam dan lingkungan perkampungan dengan segala isinya adalah buku buku kayaknya di dalam sebuah perpustakaan. Sementara perpustakaan dalam konsep Living Library, koleksi buku-bukunya adalah lingkungan dengan segala isinya termasuk masyarakatnya.
Membaca dalam perpustakaan Living Library adalah interaksi pengunjung dengan benda dan manusia yang ada disana. Percakapan, interview serta interaksi adalah model ‘membaca” yang dilakukan pengunjung dalam konsep Living Library dalam project Peneleh ini.
Kegiatan di Makam berakhir pada pukul 17.00. Dari hasil pengenalan dan pengamatan empiris ini akan dihasilkan gambar gambar arsitektur mengenai objek objek terkait. Yaitu 8 Makam tokoh yang pernah berperan di Surabaya dan Indonesia. (nanang)