Penelehhistory.com: Surabaya (24/5/24) – Proyek konservasi makam Peneleh, yang berada dalam naungan tema besar “Peneleh as a Living Library” adalah upaya tindak lanjut dari Festival Peneleh 2023. Festival Peneleh 2023 adalah sebuah gelaran ajang potensi Peneleh, yang berisi tentang potensi sejarah, budaya, sosial dan kuliner yang diharapkan bisa terangkum dalam kemasan paket wisata berbasis lokal.
Makam Eropa Peneleh adalah salah satu potensi, yang kaya akan nilai. Selain nilai sejarah, ada nilai budaya, pendidikan, ilmu pengetahuan serta arsitektur. Makam Eropa Peneleh tidak sekedar lahan pemakaman. Tetapi menjadi wadah harta karun peradaban dunia, yang ada di Surabaya.
Makam Peneleh tidak hanya makam Belanda, tapi makam orang orang Eropa. Selain ada warga etnis Belanda, juga ada Inggris, Perancis, Jerman, Armenia, Yahudi, China dan Jepang. Mereka adalah penduduk Surabaya di era kolonial. Berdasarkan fakta sejarah masa lalu, kala itu Surabaya sudah menjadi kota Kosmopolitan, kota yang menjadi rumah bagi keragaman kebangsaan.
Karena potensi itulah, muncul gagasan menjadikan Makam Eropa Peneleh sebagai salah satu daya tarik di Peneleh. Sayang kondisi makamnya memprihatinkan. Banyak makam yang rusak. Padahal disana banyak tokoh tokoh penting yang beristirahat. Terlalu banyak untuk dihitung hanya dengan 10 jari. Bahkan 20 jari dengan jari kaki.
Untuk menarik perhatian publik baik dari dalam negeri, khususnya dari luar negeri, kondisi Makam harus lebih baik dari sekarang agar dapat dikunjungi publik dengan aman dan nyaman. Tidak hanya secara fisik, riwayat para tokoh yang beristirahat disana (Rest in Peace) harus diulik dan disajikan melalui media media sehingga keberadaannya dan ceritanya bisa tersebar dan dikenal.
Menurut Direktur TiMe Amsterdam, Max Maijer, seorang konsultan Cagar budaya dan permuseuman yang berkantor di Belanda, di Belanda masih banyak ahli waris dari para mendiang yang beristirahat di Makam Eropa Peneleh. Selama ini informasi tentang Makam Peneleh terputus karena tidak ada pihak yang bisa menjembatani.
Berangkat dari dua fakta inilah: a) menyimpan beragam nilai yang menjadi sejarah bersama antara Indonesia dan Belanda dan b) masih adanya ahli waris di Belanda, maka muncul gagasan dalam upaya bersama untuk memanfaatkan Makam Eropa Peneleh demi kepentingan warga lokal (Peneleh, Surabaya) dan masyarakat Belanda.
Pemanfaatan bersama ini bisa menjadi ajang diplomasi dalam upaya rekonsiliasi terhadap masih adanya rasa salah dan benci atas peristiwa masa lalu. Justru sebaliknya hal inibmenjadi jembatan pemahaman antara kedua belah pihak untuk menitih masa depan.
Jembatan pemahaman itu sedang dibangun oleh Komunitas Begandring Soerabaia (Indonesia) dan TiMe Amsterdam (Belanda) melalui program “Peneleh as a Living Library”. Program ini berjalan pada tahun 2024. Pada akhir bulan Mei dan awal Juni 2024, mitra TiMe Amsterdam (Max Meijer dan Pegra Timmer) akan berada di Surabaya untuk melihat jalannya project yang harus sudah selesai di bulan Desember 2024. (nng)