Gotong Royong Konservasi Makam Eropa Peneleh.

Penelehhistory.com: Surabaya (28/5/24) – Puluhan arsitek yang terhimpun dalam Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Jawa Timur turun lapangan ke Makam Eropa Peneleh untuk dukung upaya konservasi Makam Peneleh, khususnya terhadap 10 makam pilihan. Upaya konservasi ini berjalan dalam program Peneleh as a Living Library, yang merupakan kerjasama Begandring Soerabaia (Indonesia) dan TiMe Amsterdam (Belanda).

Kegiatan IAI Jatim selama dua hari (28-29/5/24) ini atas inisiasi Universitas 17 Agustus 45 (Untag), yang memang terlibat dalam kegiatan Peneleh as a Living Library. Begandring Soerabaia, TiMe Amsterdam dan Untag Surabaya sebelumnya pada Februari 2024 menandatangani Memorandum of Understanding (MoU).

Kegiatan bersama selama dua hari ini bertemakan Konservasi Makam Peneleh Surabaya dan diikuti oleh 25 arsitek dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Jatim dan pejabat Universitas 17 Agustus (Untag) Retno Hastijanti dan Faisal. Tidak ketinggalan Mitra dari Belanda Max Meijer dan Petra Timmer ikut menghadiri.

Perwakilan ketiga lembaga ini: Retno Hastijanti, Faisal dan Max Meijer mengikuti jalannya lokakarya, yang digelar di Lodji Besar, yang menjadi basecamp dan sekretariat Begandring Soerabaia.

Lokakarya dimaksudkan untuk memberikan latar belakang pengetahuan tentang kegiatan lintas negara, yang bernama Peneleh as a Living Library. Diharapkan para peserta arsitek dapat memberikan kontribusi terhadap proyek konservasi makam Eropa Peneleh.

Makam Peneleh seluas 4,5 hektar dengan ribuan makam ini, hanya 10 makam saja yang dikonservasi pada tahun 2024. Kesepuh makam ini adalah makam orang orang penting yang telah berkontribusi kepada kota Surabaya dan pemerintah Hindia Belanda. Diantara mereka adalah Gubernur Jenderal Hindia Belanda Peter Merkus dan Residen Surabaya Daniel Francois Willem Pietermaat.

Di 10 makam inilah mereka akan berkreasi sesuai bidang keilmuan dan kapasitasnya, yang hasil hasilnya digunakan untuk mendukung konservasi makam Peneleh dalam program Peneleh as a Living Library. Mereka ditugasi mendesign ke 10 Makam.

Dalam lokakarya disajikan materi sebagai latar belakang alasan mengapa ada kerjasama antara Begandring Soerabaia dan TiMe Amsterdam dengan object Peneleh, yang didalamnya ada object Makam Peneleh. Object object lainnya adalah masyarakat dan lingkungan.

Dalam program ini Peneleh adalah sebagai library. Sedangkan masyarakat dengan potensi lokal yang ada adalah “buku bukunya”. Melalui “buku buku” inilah pengunjung bisa “membaca” isi “buku” secara langsung.

“Membaca” berarti wawancara dan bertanya langsung ke warga dan pengamatan empiris terhadap benda benda mati yang ada adalah sebagai “bukunya”. Jadi, warga sebagai benda hidup dan object object mati sebagai aset penting adalah “buku bukunya”.

Dalam lokakarya di paruh waktu pagi itu, Kuncarsono (Begandring) menyajikan peran Media dalam konservasi Makam Peneleh. Sementara Nanang menyajikan Peran Komunitas dalam hadirnya program Peneleh as a Living library.

Setelah lokakarya yang bersifat teoristis, selanjutnya mereka diajak ke Makam untuk mengenali ke 10 object Makam dalam project ini secara empiris.

Max Meijer dari TiMe Amsterdam mengikutinya jalannya kegiatan mulai dari lokakarya (teori) hingga kunjungan lapangan ke Makam Eropa Peneleh (empiris). Max puas dan senang melihat kegiatan yang dikelola oleh Begandring Soerabaia dan Untag Surabaya. Rangkaian acara ini diawali dengan sambutan Asisten II bidang Ekonomi dan Pembangunan, Imam Agus Sonhaji. (nng)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *