Kerjasama antar Komunitas Surabaya dan Belanda Luncurkan Proyek “Peneleh Sebagai Perpustakaan Hidup”.

Peneleh.com: Surabaya ( 17/03/2024 ) – Selama sepekan mulai tanggal 25 Februari – 1 Maret, sebuah proyek kolaborasi inovatif diluncurkan di Surabaya, Jawa Timur. Ini adalah proyek yang menjadikan pemakaman Eropa Peneleh menjadi tempat yang lebih bermakna bagi warga Surabaya dan pengunjung kota.

Di pusat kota Surabaya terdapat peninggalan istimewa dari masa lalu, kolonial Belanda: pemakaman Eropa Peneleh, yang oleh masyarakat lokal dikenal sebagai Makam Peneleh. Sebuah lahan seluas 4,5 hektar dengan sisa-sisa sekitar 15.000 orang (sensus 2011).

Kuburan pertama digali pada tahun 1847 dan kuburan tersebut masih digunakan bahkan setelah Indonesia merdeka hingga tahun 1963. Hampir tidak ada pemeliharaan yang dilakukan sejak pertengahan tahun 1950-an. Pemakaman menjadi rusak, kuburan dijarah dan unsur-unsur berharganya dilucuti.

Namun sebagai ruang terbuka, Makam Peneleh sejauh ini mampu bertahan seiring dengan pembangunan perkotaan skala besar di Surabaya.

Pada tahun 1998, Makam Peneleh menjadi monumen warisan kota. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) menjaga sebagai aset warisan budaya dan upaya inventarisasi kuburan juga telah dilakukan. Pemakaman ini telah terbuka untuk umum, namun masih asing bagi sebagian besar warga Surabaya dan warga sekitar kampung Peneleh. Ini fakta yang ironis karena di makam ini banyak tokoh tokoh yang berperan untuk kota Surabaya  masa masa itu. Lebih menyedihkan lahi bagi kerabat dan ahli waris karena kondisi makam yang memprihatinkan.

Kepemilikan dan relevansi

Upaya yang telah dilakukan sebelumnya untuk memberi makna lebih pada kuburan ini dan mengubahnya menjadi taman kota yang menarik tidak berhasil. Kini, komunitas warisan budaya Begandring Soerabaia dan TiMe Amsterdam, sebuah firma konsultan yang beroperasi secara internasional untuk sektor museum dan warisan budaya, bertemu pada tahun 2023 melalui pendekatan akar rumput yang inovatif dan lebih aktivis.

Hal ini tidak ditujukan terutama pada pembangunan kembali dan restorasi, namun yang pertama dan terpenting adalah meningkatkan kesadaran masyarakat lokal dan menciptakan kepemilikan bersama dalam langkah-langkah kecil.

Sebagai bagian dari tawaran wisata sejarah dan budaya di Surabaya, tempat ini menawarkan peluang pengembangan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat lokal. Pemerintah kota ingin memanfaatkan pemakaman tersebut untuk memperkuat profil budaya dan wisata kota, dengan sungai Kali Mas sebagai elemen penghubungnya antara Peneleh dan Kota Lama yang sekarang dalam pros4s revitalisasi.

Bagi Peneleh, ini berarti pendekatan langkah demi langkah yang terukur. Tahun ini, dalam Proyek Peneleh sebagai Perpustakaan Hidul (Living Library), Begandring Soerabaia dan TiMe Amsterdam mulai menarasikan biografi 8 tokoh Surabaya yang dikubur di Pemkaman ini. Data biografi dikumpulkan dan diolah menjadi cerita mikro yang dapat diakses oleh pengunjung. Kuburan ini dipulihkan dengan cara sederhana dan akan dibuat Pusat Informasi Pengunjung (Visitor Information Center) di dekat pintu masuk.

Metafora Makam Peneleh sebagai Perpustakaan Hidup datang dari pendiri Begandring dan penggiat warisan budaya Nanang Purwono. Impiannya adalah mengubah kuburan yang terlantar, dan ‘tidak terbaca’ menjadi tempat yang bermakna. Dengan kuburan sebagai biografi dan kuburan sebagai perpustakaan.

Di sana, kisah-kisah Surabaya sebagai kota internasional (kolonial) akan bisa dinikmati khalayak luas. Baik bagi warga lokal maupun warga Surabaya, pengunjung Indonesia, wisatawan, hingga keturunan almarhum (ahli waris). Di masa depan, seluruh informasi juga dapat diakses secara online sebagai sumber sejarah kolonial bersama.

Pendekatan inovatif

Kolaborasi ini cukup istimewa karena beberapa alasan. Misalnya, adanya kerjasama antara organisasi swasta dan publik, dengan memperhatikan perspektif Indonesia dan Belanda.

Kedua, pendekatan bottom-up yang merupakan ciri khas Begandring yang melibatkan warga kampung sekitar dan mahasiswa, misalnya Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya.

Walikota Surabaya Eri Cahyadi yang diwakili oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Surabaya Ikhsan menyambut semua pihak yang terlibat dalam konsultasi luas pada tanggal 29 Februari 2024 di Balai Kota. Ikhsan menyatakan minatnya dan dukungan langsung terhadap ambisi bersama di hadapan Dinas Dinas terkait. Misalnya, pemerintah kota menyediakan ruang untuk Pusat Informasi Pengunjung, serta material dan tenaga untuk pekerjaan pemeliharaan dan perbaikan yang paling mendesak.

Bagi Nanang Purwono (jurnalis, aktivis warisan budaya), pendiri Begandring mengatakan bahwa ini adalah fase baru dalam perawatan dan pengembangan warisan kolonial:

‘Makam Peneleh sebagai Perpustakaan Hidup adalah cara inovatif pengembangan warisan antara Indonesia dan Belanda. Pemakaman di Surabaya dianggap sebagai bagian dari masyarakat di kota yang sangat beragam ini. Penduduk yang terkubur di sana biasanya dianggap sebagai peninggalan masa kolonial yang tidak ada artinya bagi kota saat ini. Proyek ini berfokus pada pendekatan yang berbeda: semua individu yang dimakamkan di Peneleh berkontribusi dalam waktu dan perjalanan mereka menuju kota seperti saat ini dan di masa depan. Proyek ini mengungkapkan pentingnya hal ini.’

Petra Timmer, TiMe Amsterdam (sejarawan seni PhD): “Kami akan memulai dengan jelas. Dengan delapan biografi 8 tokoh masyarakat kala itu, kisahnya sangat menarik disimak. Ada Gubernur Jenderal hingga pemilik perkebunan, dari biarawati Katolik hingga fotografer kota ternama, dari pengacara hingga ahli bahasa. (1) Dengan cara ini, selangkah demi selangkah, gambaran masyarakat kolonial Surabaya yang kompleks dan beragam muncul, yang mungkin mengandung unsur-unsur yang sangat berbeda dari yang diharapkan. Peran kami adalah memoderasi dan mendukung dengan pengetahuan dari Belanda. Misalnya, kami mengumpulkan informasi tentang orang-orang ini dari sumber-sumber Belanda yang lebih sulit diakses oleh Beginndring. Kami menanggapi kebutuhan mitra kami di Indonesia: mereka adalah pencipta, pelaksana, dan pengguna akhir utama dari apa yang telah direalisasikan”, jelas Petra.

 

(1) the selected persons are:

Pieter Merkus, Governor General of the Dutch East Indies

D.F.W Pietermaat, Resident Surabaya

P.J.B de Perez, Vice-Chairman of the Council of Justice

Herman Neubronner Van Der Tuuk, linguist

Ohannes Kurdjian, photographer

Gottfried Josef Julius Schmutzer, sugar plantation owner

Jan von Hermet, Gedung Singa dengan arsitek Berlage

Paul François Corneille, lieutenant colonel, artillery construction workshop director

 

MOU

Untuk pelaksanaan rencana pertama ini (2024), Begandring Soerabaia, TiMe Amsterdam, penasihat museum dan warisan budaya internasional dan Universitas 17 Agustus 1945 menandatangani perjanjian kerja sama (MoU) pada akhir Februari 2024. Proyek ini didukung oleh pemerintah kota Surabaya, dan dari Belanda oleh International Cultural Heritage Matching Fund of DutchCulture.

Pusat Peringatan Hindia Belanda (IHC) di Den Haag mendukung permohonan dana ini. Dutch Culture memberikan kontribusi untuk tahun 2024. Pihak-pihak lain yang disebutkan juga berkontribusi melalui sponsorship dalam bentuk natura.

Begandring Soerabaia telah aktif sebagai organisasi yang digerakkan oleh ‘komunitas’ dan ‘akar rumput’ sejak tahun 2018. Mereka adalah aktivis dan pemangku kepentingan warisan budaya, yang bertujuan untuk mengungkap sejarah Surabaya dan mengembangkan serta melestarikan warisan budaya dan sejarah

Sementara TiMe Amsterdam, konsultan museum dan warisan budaya internasional, sebelumnya terlibat dalam proyek warisan budaya di Indonesia, Sri Lanka, dan Suriname. Dalam semua hal  melibatkan pengembangan situs warisan dan museum serta penggunaan kembali monumen dengan masukan dari masyarakat lokal dan pemangku kepentingan lainnya. (Max).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *