enelehhistory.com: Surabaya (24/5/24) – Sejak Rabu, 22 Mei 2024, tim arkeologi dari Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XI Jawa Timur, yang didampingi oleh staf Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata (Disbuporapar) Kota Surabaya mendatangi Makam Eropa Peneleh. Mereka didampingi oleh Tim Begandring untuk melakukan kajian pada beberapa makam, yang menjadi object dalam upaya konservasi dalam program “Peneleh as a Living Library”. Yaitu sebuah program kerjasama antara komunitas Begandring Soerabaia (Indonesia) dengan TiMe Amsterdam (Belanda) untuk menjadikan Peneleh sebagai Perpustakaan Hidup. Program ini didanai oleh Dutch Culture, agen Cagar Budaya, Pemerintah Kerajaan Belanda dan didukung oleh pemerintah Kota Surabaya serta Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya.
Makam Eropa Peneleh adalah bagian dari Peneleh sebagai Perpustakaan Hidup. Di dalam Makam Eropa Peneleh sendiri ada 8 – 10 makam untuk dikaji dan dijadikan project konservasi. Diantaranya adalah makam P.J.B. Perez, Gubernur Jendral Pieter Merkus, Photographer O Kurkdjian, ahli bahasa Herman van der Tuuk, residen Daniel Francois Willem Petermaat, pegiat politik etnis Schmutzer, Paul F. Cornelli (ACW) dan Pastor Katolik van den Elsen.
Di kedelapan makam terpilih itulah tim arkeologi dari BPK XI, yang terdiri dari empat orang dengan ketua Nugroho Harjo Lukito, melakukan penelitian. Mereka mengidentifikasi kerusakan struktur fisik makam, seperti pada makam Schmutzer dimana struktur salip yang terbuat dari batu marmer sudah dalam keadaan miring. Pun demikian pada makam residen Surabaya Petermaat, yang dinding dinding makamnya sudah rompal dan nisan marmer berinskripsi riwayat Petermaat sudah hilang. Tidak ketinggalan makam pastor Katolik Van den Elsen, Gubernur Jendral Pieter Merkus dan photograper O Kurkdjian. Masing masing makam memiliki kerusakan yang berbeda beda. Terhitung sampai Kamis (23/5/24) kegiatan itu masih berlangsung.
Rencananya penelitian ini akan berlangsung selama lima hari. Hasilnya akan menjadi dasar rekomendasi konservasi makam, yang dikaitkan dengan Project Peneleh as Living Library.
Dr. Ir. Retno Hastinanti, Ketua TACB Kota Surabaya, yang juga sebagai PIC project Peneleh mewakili akademisi Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, mengatakan bahwa project ini adalah upaya konservasi.
“Seperti pada makam Petermaat, kita tidak membangun kembali pagar besi yang telah roboh dan hilang. Kita mengkonservasi makam yang masih ada”, kata Hasti pada suatu kesempatan sebelumnya dalam sebuah pertemuan (online meeting).
Bagaimanapun hasil dari kajian dan penelitian tim arkeogi BPK Wilayah XI ini akan menjadi rekomendasi yang akan diserahkan kepada Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata (Disbudpkrapar) Kota Surabaya sebagai pihak pemohon kepada BPK XI. Selanjutnya, hasil itu akan disinergikan dengan kegiatan Peneleh as Living Library.
Kegiatan ini akan menjadi laporan yang disampaikan kepada mitra dari Belanda, TiMe Amsterdam, yang terjadwal akan di Surabaya pada 28 Mei – 1 Juni 2024. Selain itu TiMe Amsterdam juga akan mengunjungi project plan di Makam Peneleh.
Petra Timmer, salah satu PIC dari TiMe Amsterdam, akan mengajak Suster Lucia Anggraeni dari Biara Ursulin Malang untuk melihat dari dekat makam para suster Ursulin di Peneleh. Suster Lucia Anggraeni adalah sejarawan Suster Ursulin.
Menurut agenda, TiMe Amsterdam juga akan mendiskusikan tentang Gedung Singa dengan Muhammad Haris Arifin dari Universitas Gajah Mada setelah didapat kabar bahwa Gedung Singa ditawarkan kembali untuk dijual. Gedung Singa, yang berlokasi di kawasan Kota Eropa Surabaya, menjadi angan angan untuk dikoneksikan dengan makam Peneleh. Karena pihak keluarga pemilik Gedung Singa, keluarga Hemert, dimakamkan di Peneleh. (nng)