Pemakaman Peneleh adalah tempat di mana Timur bertemu dengan Barat.

Rozemarijn (putih tengah) sekeluarga bersama Tim Revitalisasi Makam Peneleh. Foto: ist

Penelehhistory.com: Surabaya (29/7/24) – Sepasang mata indah meneteskan air mata. Tiba-tiba dia menangis tepat pada saat berbagi cerita tentang ibunya, yang diam saja tentang Tanah Hindia (Oost Indische), terutama Surabaya.

Pemilik sepasang mata indah ini adalah Rozemarijn Heijstek-Pinxt, yang sedang menelusuri sejarah ibunya dan kakek-neneknya, yang pernah tinggal dan akhirnya meninggal di Surabaya. Bagi Rozemarijn, datang ke Surabaya adalah yang pertama kali. Dia ditemani oleh suaminya, Heijnstek, dan dua anaknya. Leluhurnya adalah Otte Schuurmans. Ia dimakamkan di Pemakaman Eropa Peneleh.

Rozemarijn meneteskan air mata karena terharu oleh kenangan tentang ibunya, yang trauma dengan peristiwa di Hindia. Menurut Rozemarijn, peristiwa itu sangat tegang dan menakutkan sehingga memaksa ibunya meninggalkan Surabaya dan memilih untuk tinggal di Belanda. Ibunya tidak ingin mengingat apapun tentang Surabaya. Dia diam dan tidak berkata apa-apa tentang Surabaya.

“Saya tidak pernah bertanya kenapa. Saya tidak ingin membuatnya lebih sedih. Inilah yang membuat saya penasaran tentang Surabaya. Sekarang saya sudah dewasa, saya bisa memutuskan sendiri. Akhirnya saya tiba di Surabaya dan menelusuri leluhur saya. Makamnya ada di sini,” jelas Rozemarijn yang berada di makam Peneleh pada Minggu pagi (28/7/24).

Dengan bantuan pekerja pemakaman, makam leluhurnya dibersihkan. Makamnya terletak di sisi timur area pemakaman. Setelah tampak bersih dari kotoran, Rozemarijn dan keluarganya meletakkan seikat bunga. Dia senang bisa menemukan makam leluhurnya.

Leluhurnya, yang bernama Otte Schuurmans, selama hidupnya di Surabaya adalah seorang pejabat di jaringan transportasi kereta api dan galangan kapal Van Oranje.

Keluarga Rozemarijn adalah keluarga yang terutama mengumpulkan data tentang leluhurnya di Surabaya. Sebuah koleksi, berupa foto dan peta, telah berhasil disusun, layak menjadi buku tentang perjalanan sebuah keluarga dari Belanda ke Surabaya. Namun buku keluarga tersebut tidak diterbitkan. Hanya untuk keluarga internal.

“Mungkin suatu hari nanti akan menjadi konsumsi publik,” kata Rozemarijn.

Rozemarijn membawa buku tersebut sebagai panduan di Surabaya. Berbekal buku keluarga, Rozemarijn bisa melakukan penelusuran. Dia bahkan berhasil menemukan keluarga keturunan neneknya, yang berasal dari Surabaya.

Yang lebih menarik lagi adalah kedua anaknya, yang lahir di Belanda, lahir di tahun dan tanggal yang sama dengan saudara mereka di Surabaya.

“Mereka lahir pada hari, tanggal, dan tahun yang sama,” jelas Rozemarijn dengan terkejut.

Dia juga percaya bahwa keberadaan seseorang di bumi telah diatur dan direncanakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Begitu pula dengan tanggal, hari, dan tahun yang sama antara anak-anaknya dan saudara mereka.

“Ibu saya tidak ingin mengingat Surabaya. Tapi saya merasa Surabaya seperti rumah saya. Saya merasa seperti bersama leluhur saya di Surabaya,” kata Rozemarijn.

Pemakaman Peneleh tempat leluhurnya dimakamkan menjadi jembatan, menghubungkan dirinya dengan leluhurnya. Dia merasa sedih dan bahagia sekaligus.

“Saya bahagia,” kata Rozemarijn singkat sambil menghapus air mata.

Makam Otte Schuurmans sebelum dibersihkan. Foto: ist
Makam Otte Schuurmans sebelum dibersihkan. Foto: ist

Gagasan Dasar Revitalisasi Pemakaman Peneleh Menjadi Kenyataan.

Salah satu gagasan dasar revitalisasi Pemakaman Peneleh, yang melibatkan dua komunitas: Begandring Soerabaia (Indonesia) dan TiMe Amsterdam (Belanda), telah menjadi kenyataan sebelum diselesaikan. Gagasannya adalah bahwa Pemakaman Peneleh diharapkan menjadi jembatan antara dua negara: Surabaya (Indonesia) dan kota-kota di Belanda.

Ternyata gagasan itu bukan hanya khayalan. Makam Peneleh berhasil merajut ikatan keluarga Rozemarijn yang berjauhan di Belanda dan di Surabaya. Pagi itu Rozemarijn dan suaminya, secara langsung, menyaksikan proses pembersihan makam fotografer terkenal Ohannes Kurkdjian sebagai bagian dari proses revitalisasi yang dilakukan bersama oleh Belanda dan Surabaya.

Pada hari yang sama, Minggu (28/7/24), Rozemarijn juga membersihkan makam leluhurnya (Otto Schuurmans), sementara Tim Begandring dan pekerja Dinas Lingkungan Hidup (DLH) membersihkan makam Kurkdjian.

Kebetulan keluarga Rozemarijn bertemu dengan Tim Revitalisasi Peneleh Surabaya, yang akhirnya bisa memecahkan kebisuan di Surabaya, yang telah menjadi bagian dari kehidupan leluhur mereka dan ibu mereka. Sekarang, jembatan penghubung antara Belanda dan Surabaya telah dibangun. Rozemarijn dan keluarganya adalah saksinya. (Nanang)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *