Rasa Kepemilikan Warga Mendorong Proses Percepatan Konservasi Makam Peneleh.

Penelehhistory.com: Surabaya (31/5/24) – Project kerjasama antara Komunitas Begandring Soerabaia (Surabaya, Indonesia) dan TiMe Amsterdam (Amsterdam, Belanda) di kawasan Peneleh dengan nama “Peneleh as a Living Library”, tidak hanya meliputi object Makam Eropa Peneleh, tapi lebih luas lagi. Yaitu kawasan Peneleh. Secara fisik memang terfokus pada Makam peninggalan bangsa Eropa di Surabaya, namun secara sosial kultur menyangkut masyarakat yang tinggal di Peneleh.

Makam Peneleh sejauh ini sudah menjadi bagian dari Masyarakat Peneleh. Makam bukan lagi hal asing bagi masyarakat sekitar. Interaksi antara Makam dan masyarakat kuat. Anak anak bermain di lahan Makam. Ada yang bermain bola, layang layang hingga sekedar bercanda dengan duduk duduk di atas Makam. Bahkan ada yang nongkrong di atas cungkup beton Makam. Mereka tidak takut. Mereka sudah terbiasa.

Bagi kaum dewasa, ada yang beraktivitas menjemur pakaian dan sekedar tiduran di atas nisan di siang hari. Suasana memang enak. Angin semilir. Apalagi di bawah pepohonan besar yang tumbuh di dalam area Makam.

Di era kekinian, Makam menjadi spot fotografi yang instagramable. Ada yang menggunakan untuk konten kreatif. Bahkan pengguna Makam ada yang bermake up tebal untuk membuat penampilan berbeda. Cerita dan foto foto Makam Peneleh sudah melanglang buana.

Dalam project “Peneleh as a Living Library”, masyarakat diharapkan bisa ambil bagian. Mereka bisa terlibat dalam project ini agar tumbuh rasa memiliki untuk bersama menjaga dan merawatnya. Semakin mereka merasa ada rasa saling memiliki, maka muncul rasa untuk menjaga dan melestarikannya, yang pada akhirnya bisa memanfaatkannya untuk tujuan tujuan pendidikan, ilmu pengetahuan, penelitian, kebudayaan dan pariwisata.

Karenanya, pada Rabu (29/5/24) peserta lokakarya, yang terdiri dari para profesional arsitek, diajak jalan jalan berkeliling kampung, khususnya kampung Plampitan yang berada di sisi selatan kawasan Peneleh. Selain melihat dan mengamati keragaman arsitektur bangunan, kegiatan ini juga sebagai upaya mengenalkan kepada lingkungan masyarakat akan potensi lingkungan kampung mereka. Peneleh secara keseluruhan adalah wadah sekumpulan potensi lokal, yang sesungguhnya berkelas internasional. Di dalam kawasan Peneleh ada nilai nilai, yang bisa dipetik oleh siapapun karena mengandung ilmu. Ada ilmu arsitektur dan peradaban manusia.

Di antara rombongan para arsitektur profesional itu, ada konsultan heritage dan permuseuman dari Belanda. Mereka adalah mitra Begandring Soerabaia dari lembaga konsultan heritage dan museologi, TiMe Amsterdam. Max Meijer dan Petra Timmer.

Dari potensi lokal yang tersebar di kawasan Peneleh, yaitu kawasan yang secara alami dibatasi oleh dua sungai, Kalimas dan Pegirian, diharapkan mereka juga bisa memetakan dan mengkoneksikan persebaran potensi itu dalam satu konstelasi potensi wisata yang berbasis heritage dan sejarah.

Upaya ini diharapkan bisa mendorong warga setempat belajar dan mengerti akan nilai penting kampungnya sehingga pada gilirannya mereka bisa ambil peranan dalam membangun dan mengembangkan kampungnya untuk tujuan bersama.

Kampung Plampitan persis berada di belakang (selatan) dari area makam Peneleh. Antara Makam dan kampung hanya dipisahkan oleh tembok Makam. Meski demikian tembok tidak menjadi haral lintang bagi warga untuk berinteraksi.

Menurut Max bahwa penting sekali mereka punya rasa kepemilikan terhadap lingkungannya, utamanya terhadap Makam Eropa Peneleh. Makam ini sudah mati dan sudah beralih fungsi sebagai lahan bermain yang kedepan bisa dimanfaatkan sebagai panggung terbuka seni budaya.

Max juga menyambut munculnya gagasan Festival Makam Peneleh sebagai bentuk kegiatan seni budaya untuk lebih memaknai lahan Makam Peneleh sebagai panggung rakyat yang bernilai edukasi, seni dan budaya. (nng)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *