TiMe Amsterdam Gagas Koneksikan Kota Lama Surabaya dengan Makam Peneleh.

Peneleh history.com: Surabaya (24/5/24) – Sempat ngendon (berhenti) sejak 2021, kini penjualan aset Gedung Singa milik PT. Jiwasraya di jalan Jembatan Merah Surabaya dibuka lagi. Pemberitahuan itu melalui selebarannya (flyer) online.

Mendapat flyer itu, beritanya segera menuju ke pasangan Max Meijer dan Petra Timmer di Belanda. Petra memang antusiast karya karya Berlage. Max dan Petra sempat datang ke Surabaya pada 2022 untuk melihat gedung monumental iki, yang kala itu kabarnya sedang dilelang. Kehadirannya di Surabaya sekaligus menapaktilasi jejak HP Berlage, yang pernah datang ke Surabaya pada 1923.

Yang unik adalah Berlage merancang bangunan itu pada awal abad 20 dan didirikan pada 1901. Sementara, kehadirannya di Surabaya sendiri, pada 1923 dalam rangkaian perjalanan di Hindia Belanda. Gedung Singa ketika dibangun pada 1901 ia tidak di Surabaya dan sudah termasuk gedung modern. Karenanya Berlage disebut Bapak Arsitektut modern.

Ketika itu (2022) Petra dan Max datang dengan membawa draf buku generasi baru dari karya Berlage. Mijn Indies Reis. Isinya tentang pandangan Petra terhadap tempat tempat di Indonesia yang didatangi Berlage setelah 100. Karenanya buku itu ditulis dalam peringatan 100 tahun kedatangan Berlage di Hindia Belanda.

Praktis, kehadiran Max dan Petra di Surabaya (2022) adalah membahas tentang Gedung Singa dan jejak Berlage di Surabaya untuk memperkaya isi buku dari sudut pandang Surabaya. Karenanya Begandring (Nanang Purwono) menjadi bagian dari penulisan buku yang juga ditulis bersama oleh penulis penulis pilihan Eropa.

Apalagi, kala itu, sudah terdengar kabar tentang lelang Gedung Singa. Namun seiring dengan perjalanan waktu, penjualan Gedung Singa kian meredup dan tidak jadi dijual.

Seiring dengan meredupnya isu penjualan Gedung Singa, maka Begandring Surabaya menawarkan perhatian terhadap Makam Eropa Peneleh. Dengan berbagai upaya yang memakan waktu dalam meyakinkan pihak pemerintah Belanda, sampai sampai harus menjelaskan secara langsung kepada pejabat di kantor Dutch Culture Belanda, akhirnya project Peneleh ini mendapat lampu hijau.

Selama proses penganjuan ini, mitra TiMe Amsterdam harus terus rutin membuat dan mempersiapkan hal hal administratif serta menemui pihak pejabat Dutch Culture untuk meyakinkan pentingnya mengurusi makam Eropa Peneleh di Surabaya.

Setelah pertemuan Begandring dengan pihak pihak terkait di Belanda, akhirnya project Peneleh as a Living Library dapat berjalan tahun 2024. Salah satu pejabat itu adalah Remco Vermeulen.

Ketika project Peneleh as a Living Library berjalan dan aktivitas Max dan Petra harus berada di Surabaya, isu penjualan Gedung Singa muncul kembali. Kabar penjualan ini mencuat setelah menerima online flyer dari Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Surabaya.

Maka di sela sela kegiatan di Peneleh, Max dan Petra menaruh perhatian pada Gedung Singa kembali. Mitra TiMe Amsterdam di Universitas Indonesia, Prof Kemas Ridwan Kurniawan, yang khusus membidangi Architrctural History pun membentuk tim untuk menggambar exterior dan interior Gedung Singa untuk tujuan tujuan ilmu pengetahuan, pendidikan dan penelitian.

Gedung Singa Menghubungkan Kota Lama dan Makam Eropa Peneleh.

Ada nama Hemert di Gedung Singa. Jan von Hemert. Ia adalah anggota keluarga pemilik Gedung dan perusahaan De Algemeene, yang bergerak di bidang asuransi. Jan von Hemert meletakkan batu pertama pembangunan gedung pada 1901. Nama itu terukir pada batu inskripsi yang tertempel pada bagian depan bawah eksterior Gedung.

Sementara di Makam Eropa Peneleh, juga terdapat makam dari anggota keluarga Hemert. Karena keterikatan inilah, maka antara Gedung Singa di Kota Tua dan makam keluarga Hemert di Peneleh bisa menjadi pengikat dalam sebuah narasi wisata sejarah Kota Lama dan Peneleh.

Niatan ini pernah disampaikan Petra ketika diterima Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Surabaya, Ikhsan, dalam sebuah audiensi untuk menyampaikan project Peneleh as Living Library pada akhir Februari 2024.

Apalagi sekarang Pemerintah Kota Surabaya tengah merevitalisasi kawasan Kampung Eropa di kawasan Jembatan Merah. Penghubung antar keduanya adalah sungai Kalimat yang bisa dimanfaatkan sebagai sarana transportasi. Upaya menghidupkan Kalimas sebagai sarana transportasi adalah bagian dari menghidupkan sejarah Surabaya. (nng)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *